HARIAN SINDO, Thursday, 04 November 2010
SELAMA ini matematika masih
dipandang sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan bagi para siswa. Praktis
nilai pelajar Indonesia di bidang matematika secara keseluruhan pun kurang
membanggakan.
Ibarat dokter yang langsung
memberikan terapi tanpa memberitahukan hasil diagnosis. “Padahal, pelajaran apa
pun harus dikaitkan dengan cara berpikir siswa dan bukan muncul dengan konsep
abstrak, namun konkret. Sebenarnya inilah tujuan pelajaran matematika,” kata alumnus
Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Maka, sering kali siswa
hanya disuruh menghafal rumus oleh guru ketimbang mengajak siswa menggunakan
nalarnya untuk berpikir.
“Jadi, pekerjaan mereka (siswa)
menghafal berbagai rumus, dan besoknya lupa atau bingung rumus tersebut untuk
aplikasi soal yang mana. Itu karena mereka hanya menghafal, bukan memahami,”
kata Ir Helena Margaretha, Head Of Mathematics Department Universitas Pelita
Harapan. Adapun pendiri Klinik Pendidikan MIPA Ir Ridwan Hasan Saputra MSi
melihat kebanyakan metode pengajaran yang diterapkan guru hanya transfer ilmu
pengetahuan semata.
Tanpa ada penjelasan lebih lanjut
mengenai kegunaan ilmu tersebut dan aplikasinya yang bersinggungan dalam
kehidupan. Kegiatan siswa di sekolah hanya menyimak pengajaran yang diberikan
dan mencatat. Guru juga sangat jarang memberikan tugas kepada siswa, terutama
di sekolah negeri.
“Seharusnya,
guru memberikan penjelasan lewat studi kasus yang mungkin bisa dihubungkan
dengan aktivitas sehari-hari siswa. Jadi, siswa pun merasa lebih dekat dengan
materi yang disampaikan,” tutur Ridwan. (sri noviarni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar